Video games dari berbagai sudut pandang

Tulisan ini sudah lama sekali saya pendam, tapi masih bingung menulisnya agar kata-kata tersampaikan dengan jelas.

Karena sebagian orang memandang video games itu sama seperti orang memandang aspek TI dianggap cuma “ecek-ecek” aja, bukan bagian penting.

Dulu ada pendapat seorang dosen dan ustaz yang bilang “video games tidak ada manfaatnya, buang-buang waktu”

Saya paham esensinya kalau mereka bilang agar memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

Namun, begini pemirsa yang budiman.. banyak cara seseorang berhibur, dengan menonton film ntah di tv, ntah di bioskop, ada yang membuat kopi ngoleksi berbagai alat racik kopi, ada yang hobi koleksi ikan hias, dsb. Sama, ada orang yang butuh hiburannya dengan bermain games. Bagi orang yang tidak suka? mesti dianggap semua itu tidak bermanfaat.

OK, kalo esensinya “melebihi batas”, saya sepakat, apapun yang melebihi batas, tidak baik, makan berlebihan bikin sakit, kerja berlebihan bikin sakit, olah raga berlebihanpun bikin sakit, apalagi nonton drakor semalam suntuk sama, bikin sakit.

Nah, sebagai seorang praktisi TI, saya melihat industri games di Indonesia ini di kalangan developer sangat baik, tapi di kalangan konsumen, duuh, masih memprihatinkan. Ya terbukti masih banyak menganggap video games itu tidak bermanfaat, masih ada yang menganggap copy game dari internet itu tidak berdosa (padahal game itu oleh developernya dijual, tapi oleh orang yg tidak berwenang dibagikan secara gratis), dan juga baru kemarin saya lihat ada orang bangga exploit harga dari negara lain yang kursnya lebih rendah, dipamerkan ke orang lain dan juga ada juga yang protes dari kaum mendang-mending yang menganggap mending beli game digital dari kurs luar daripada koleksi game fisik.

Ini semua penyakit, jadi wajar kalau produsen console masih enggan buka HQ resmi di sini (terlepas dari masalah birokrasi negara kita). SDM kita belum siap.

Saya pribadi, saya terlibat dengan studio games GL1 di Jakarta dari tahun 2020, sebelumnya pun pernah proyekan barengan dengan seorang cewek game developer dari gameloft buat garap project di BNI (sekarang si teman ini sedang post graduate di Estonia). Yang mau saya sampaikan adalah, games itu bukan hanya untuk anak kecil saja, tapi untuk semua kalangan.

Saya sempat terlibat pengembangan games untuk training SDM di bank, saya sendiri waktu mengikuti training pakta integratas di Sinarmas, itupun bentuknya games yang menarik agar mudah diingat dan dipahami.

Dan industri games untuk perkantoran ini makin banyak. Developer di tim sayapun ikut mengembangkan games untuk psikolog. Jadi kalo ada yang bilang games tidak ada manfaatnya, coba dibuka pandangannya lebih luas.

Selain itu, sekarang ini banyak tools anak-anak berbentuk video games yang mengajarkan coding, mulai dari runut algoritma sederhana agar anak-anak mengerti bagaimana sebuah program berjalan dan juga memahami mengenai logika sederhana.

Yakin itu semua tidak ada manfaat?

Ok, kalo bahas aspek negatif videogames, ini juga yang salah bukan gamesnya, tapi orang tua yang tidak memahami masalah rating.

Berapa banyak di kita kalo melihat orang nonton film dewasa, action, yang seharusnya untuk orang dewasa, tapi mengajak anak-anak ke dalam ruangan bioskop? orang tuanya jelas baca itu ratingnya, tapi ya kepekaannya kurang.

Nah sama halnya dengan videogames, sudah jelas di box dan di intro games itu biasanya ada rating, tapi ya kebanyakan cuek. Saya pribadi, tidak pernah sedikitpun menyajikan games yang ada adegan pukul2an, dsb, yg intinya memang belum pantas dilihat oleh anak-anak. Biasanya saya main remote di Steam deck atau nunggu anak-anak tidur/sekolah.

Games itu menyenangkan, anak-anak suka games Mario dan Pokemon, mereka membayangkan menjadi hal itu, imajinasi merekapun melebar. Imajinasi tentu melahirkan kreatifitas.

Selain menyenangkan, ada juga aspek empati. Game bisa melampaui keterbatasannya film dengan menempatkan pemain di sudut pandang orang pertama, yang harus bertindak & ambil keputusan. Banyak games RPG yang membawa gamer di posisi orang pertama, dan harus mengambil keputusan mesti berbuat apa, sebut saja game-game keluaran Bioware seperti SW KOTOR dan Dragon Age, dan game keluaran CDProjectRED, The Witcher 2 & 3. Kita mau jadi baik, atau mau jadi jahat, ada kosekuensi dari setiap tindakan kita, dan inilah yang mengajarkan kita menguatkan empati di masyarakat.

Bagaimana dengan industri games di dunia? Wah pesat, mau bukti? Baru-baru ini ada leaked data Insomniac, data development game Spider-man 2 nunjukin angka 600 million USD buat development dengan ribuan karyawan direkrut, bayar royalty ke yg punya license 26%. Terus hari ke 14 profit 2,8 million USD, belum lagi penjualan toys yang related game tersebut, angka yang sangat fantastis, dan tentunya membuka banyak lapangan pekerjaan dari UI design, design artist, Voice actor, director, developer, QA, CG editor, dsb.

Bandingkan dengan movie Spider-man FFH, biaya produksi 160jt USD saja.

Sekian tulisan saya soal video games. Tulisan yang sudah lama saya pikirkan, baru ada triggernya hari ini hahaha.

oh ya saya tambahkan kutipan dari sebuah riset https://www.researchgate.net/publication/224171526_Game-based_learning_courseware_for_children_with_learning_disabilities

Bermain (game) sangat penting untuk membantu orang memperoleh berbagai keterampilan kognitif dan sosial. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (1962), bermain (game) adalah dasar perkembangan kognitif dan emosional seseorang.

Selain itu, bermain game, baik untuk hiburan atau tujuan utilitas, telah digunakan dalam berbagai bidang, seperti pemasaran, manajemen, politik, dan sains. Seperti yang disebutkan di atas, peneliti game dapat fokus pada permainan itu sendiri atau orang yang memainkannya.

Dengan tujuan yang menantang, interaksi sosial, dan aturan tertentu, permainan memberikan stimulasi unik, berfungsi sebagai bentuk latihan, dan membantu pemain mengembangkan berbagai keterampilan.

Roadmap pekerja remote freelancer

Melanjutkan postingan saya sebelumnya mengenai persiapan menjadi pekerja remote. Saya ingin berbagi sedikit roadmap freelancer remote. Bagaimana sih langkah-langkahnya sedari awal. Berikut ini rencana umum untuk masing-masing bidang.

Tapi, perlu diingat, kalau rencana ini bisa berbeda untuk setiap individu, hal ini bergantung pada skill, lingkungan dan kesempatan kerja, dan pengalaman.

  1. Programmer IT:
    • Kuasai dasar-dasar satu atau dua bahasa pemrograman tingkat tinggi (seperti JavaScript, Python, Golang, Rust, dll.)
    • Bangun portofolio yang menarik, jika belum ada tawaran proyek, bisa diambil langkah mudah dengan berkontribusi pada project open source di Github sebagai contributor, atau bangun repo sendiri yang bisa dimanfaatkan banyak orang.
    • Buat profil pribadi di platform semacam Linkedin, Upwork, Fiverr, WordPress, Facebook, dll.. yang menunjukkan skill dan portofolio. Semakin banyak semakin bagus, biar personal branding-nya makin kuat.
    • Terus belajar framework bahasa baru dan teknologi untuk tetap up-to-date.
    • Biasakan punya logbook, yang isinya catatan-catatan setiap case programming yang pernah ditangani, jadi jika ada proyek yang ditawarkan related dengan hal tersebut, kita sudah tau solusinya. Bisa juga dari portofolio yang sudah dibuat. Dan nilai plus dicantumkan juga di CV dan proposal proyek.
    • Join freelance platforms seperti Upwork, Freelancer, atau Fiverr.
    • Dan yang terakhir jalin komunikasi dengan siapapun yang punya bisnis apapun di dunia maya, tidak hanya jalin komunikasi dengan komunitas developer secara online. Mengapa demikian? karena setiap orang yang punya bisnis pasti ada masalah, dan biasanya solusi masalah tersebut bisa diselesaikan dengan pendekatan IT. Saya pribadi mengalami ini, menjalin komunikasi dengan dosen, pernah ikut bantu riset S3, pernah jalin dengan yang pegang komunitas gamer, akhirnya bikin portal gamer dan juga e-commerce jualan games, pernah jalin komunikasi dengan dokter, akhirnya bantu bikin sistem informasi dokter. Ada banyak jalan yang tidak disangka-sangka, asalkan kita sudah kuat di personal branding, jadi otomatis ketika mereka mendapatkan masalah, langsung teringat diri kita.
    • Belajar berbahasa inggris secara verbal maupun tertulis yang sesuai dengan grammar. Terus perbaiki bahasa kita, mungkin dengan menonton acara tv luar tanpa menyalakan subtitle, melakukan conversation dengan kerabat dengan menggunakan bahasa inggris (walaupun masih salah-salah, terus tetap berusaha belajar dan perbaiki).
  2. Network engineer (IT network engineer):
    • Dapatkan sertifikasi relevan seperti CCNA.
    • Dapatkan pengalaman dengan bekerja pada setup jaringan perusahaan kecil atau lokal.
    • Gambarkan skill dan pengalaman Anda di profil Anda di situs web seperti Fiverr atau Upwork.
    • Terus membangun keterampilan Anda dan mendapatkan sertifikasi lanjutan.
    • Memahami masalah keamanan cyber, karena di Indonesia terutama, marak sekali kasus kebobolan data. Ikuti trend saat ini, rajin menulis atau membuat vlog mengenai masalah jaringan, bagaimana pencegahan dan mengatasi masalahnya.
      Dan juga memahami bagaimana setup hak akses di server.
    • Kuasai setup jaringan Serverless dengan AWS, Alibaba Cloud atau Microsoft Azure. Dan lakukan dengan pendekatan DevOps.
    • Kuasai masalah otomatisasi dengan Ansible, Puppet, atau Terraform untuk mengotomatiskan konfigurasi dan manajemen perangkat jaringan.
    • Pelajari menerapkan tool monitoring server dan logging. Ini penting biasanya dibutuhkan oleh developer, makanya sering ada kejadian developer minta lognya dari network engineer.
    • Belajar berbahasa inggris secara verbal maupun tertulis yang sesuai dengan grammar. Terus perbaiki bahasa kita, mungkin dengan menonton acara tv luar tanpa menyalakan subtitle, melakukan conversation dengan kerabat dengan menggunakan bahasa inggris (walaupun masih salah-salah, terus tetap berusaha belajar dan perbaiki).
  3. Content Creator:
    • Temukan medium (video, podcast, foto, dll.) dan niche (kecantikan, teknologi, gaya hidup, dll.) yang sesuai dengan minatmu.
    • Buat karya-karya dan posting secara konsisten untuk membangun pengikut.
    • Gunakan platform media sosial untuk mempromosikan karya mu.
    • Berkolaborasi dengan content-creator lain atau menjalin kemitraan dengan perusahaan produk tertentu dan pelajari cara mendapatkan uang dari kontenmu, ntah melalui Youtube, ecommerce live sale, dll.
    • Belajar berbahasa inggris secara verbal maupun tertulis yang sesuai dengan grammar. Terus perbaiki bahasa kita, mungkin dengan menonton acara tv luar tanpa menyalakan subtitle, melakukan conversation dengan kerabat dengan menggunakan bahasa inggris (walaupun masih salah-salah, terus tetap berusaha belajar dan perbaiki).
    • Di beberapa situasi, ada kalanyan konten kreator mengadakan giveaway di media social untuk menaikan jumlah followers.
  4. Content Writer:
    • Perbaiki keterampilan menulis dan temukan niche/topik yang bisa ditulis.
    • Jaman sekarang ini sudah ada chatGPT, Google Bard, dan Microsoft Bing yang mampu meng-generate konten berdasarkan case atau topik yang diberikan. Nah, dari situ coba asah kemampuan menulis dan edit hasil dari AI dengan gaya menulismu.
    • Buat portofolio kuat yang menunjukkan keterampilan menulis konten (posting blog, artikel, story di media social seperti Facebook, Instagram dan Tiktok)
    • Buat profil di situs web seperti Linkedin, Upwork dan Fiverr.
    • Kuasai dasar-dasar SEO (Search Engine Optimization) dan riset mengenai keyword atau kata kunci untuk memperluas keterampilanmu.
    • Belajar berbahasa inggris secara verbal maupun tertulis yang sesuai dengan grammar. Terus perbaiki bahasa kita, mungkin dengan menonton acara tv luar tanpa menyalakan subtitle, melakukan conversation dengan kerabat dengan menggunakan bahasa inggris (walaupun masih salah-salah, terus tetap berusaha belajar dan perbaiki).
  5. Graphic Designer:
    • Kuasai tool desain grafis seperti Adobe Photoshop, Illustrator, dll.
    • Gunakan tool online seperti Behance dan Dribbble untuk mempromosikan karya-karyamu.
    • Buat portofolio menarik yang menunjukkan keterampilan desain dan kreativitasmu. Buat sebanyak mungkin dengan ide-ide yang menarik dan niche. Posting ke Behance dan media social.
    • Buat profil di platform freelancer seperti Fiverr dan Upwork.
    • Terus update skillmu dan ikuti perkembangan tren desain. Sebagai contoh misal sebentar lagi ada perayaan HUT RI, buat design dengan tema HUT RI. Atau lagi ada trend manga One Piece, coba membuat graphic design One Piece.
    • Beranikan diri membuka open submission secara online di Media social seperti facebook dan twitter.
    • Belajar membuat animasi dengan design graphic yang dibuat dengan menggunakan Adobe Illustrator. Biasanya app. mobile jaman sekarang banyak menerapkan animasi ketika melakukan order, ketika loading data, dll. Nah bikin animasi yang menarik sesuai dengan case tersebut.
    • Tidak ada salahnya melirik membuat Logo design, mascott design untuk case tertentu sebagai portofolio. Kasih informasi terkait brand-nya yang melekat di logo tersebut. Jika pengalaman sudah cukup kuat, coba melirik platform freelancer design di 99designs, di sana ada banyak kontes ribuan dan puluhan ribu dollar loh.
  6. UI/UX Designer:
    • Peroleh keterampilan dan prinsip dasar Desain UI/UX.
    • Ingat, prinsip dasar design website dengan mobile apps itu banyak sekali perbedaan, kita harus paham bagaimana prinsip design membuat toolbar, notification icon, bottombar, navigation bar, button, dll. Di mobile apps dan Website ada beberapa perbedaan yang mesti dipahami. Apalagi UI/UX iOS dengan Android juga terdapat beberapa perbedaan. Tidak bisa disamakan semua.
    • Pelajari tool prototyping dan design seperti Sketch, Figma, Invision, dan Adobe XD.
    • Buat portofolio yang menunjukkan proses desain dan karya terbaikmu. Coba posting di Behance dan Dribbble.
    • Mulai mengajukan penawaran pada proyek di platform UI/UX design seperti behance, Upwork, Fiverr dll.
    • Pahami interaksi pengguna dan flow setiap fitur di aplikasi. Biasanya UI/UX designer perlu melakukan riset dengan aplikasi/software yang serupa yang pernah ada. Pastikan kamu pegang teguh prinsip dasar design UI/UX di masing-masing platform, termasuk hal-hal seperti panjang konten, state button enabled/disabled, interaksi gambar ketika di-scroll, state di mana konten masih empty, state di mana permission belum di-allow user ketika mengakses lokasi, dan masih banyak case-case lainnya.
    • Pandai menganalisis masalah flow design, jangan sampai flow aplikasi tersebut terputus. Setiap page harus berkelanjutan. Misal ketika user mengakses halaman produk di ecommerce, belum melakukan login, bagaimana menyajikan page login ke user agar terkesan seamless dan tidak annoying, dsb.
  7. Bug Hunter:
    • Pelajari tentang metodologi pengujian dan tool pelacakan bug yang berbeda-beda.
    • Pelajari tool sniffing seperti CharlesProxy, Wincap, dll
    • Pelajari membaca log di Console browser atau tool lainnya.
    • Dapatkan sertifikasi dari organisasi seperti ISTQB, CSTE, dll.
    • Peroleh pengalaman dengan berpartisipasi dalam proyek open source atau ikutan program bug bounty di website-website terkemuka. Biasanya kayak Tokopedia, Blibli, Amazon, Gojek, ada sayembara bug bounty-nya.
    • Buat akun di platform bug bounty dan terus belajar dan berkembang.
    • Pelajari masalah vulnerabilities di website dan mobile apps. Biasanya diposting di web OWASP. (Silakan googling, contoh : Top 10 Vulnerabilities in Mobile Apps OWASP)
    • Pelajari bagaimana melakukan automation testing (functionalities testing, load testing, vulnerability scanning/testing, penetration testing, cross-device testing, dll)
    • Join komunitas bug hunter dan rajin ikut sayembara yang diadakan di sana.

Ada bidang lain lagi yang mau dishare? silakan gaes.
Freelancer itu tidak hanya perlu meningkatkan skill, tapi juga jaringan mereka, jangan hanya join dengan sesama programmer saja, tapi perluas lagi ke berbagai bidang agar mendapatkan klien yang potensial, dan pekerjaan akan mendatangi kita. Selain itu, perkuat personal branding di media sosial, karena ini penting, orang akan mengingat diri kita ketika mereka menghadapi masalah yang perlu diselesaikan sesuai bidang yang kita kuasai. Dan yang terakhir, terus profesional, walau dengan kerabat sekalipun, tetap menjaga profesionalisme.

Dapetin kerja remote?

Beberapa hari ini sering dapat pertanyaan gimana dapet klien luar negeri, gimana caranya?

Gini, ngeliat orang mungkin sama seperti liat rumput tetangga lebih hijau, yang kita liat belum tentu nampak seperti dugaan atau ekspektasi kita.

Saya kasih tau pahit-pahitnya dulu:

  1. Kerja remote butuh konsistensi dan disiplin dari diri sendiri. Kalo kerja kantoran, kita ikuti aturan, masuk jam 9 pulang jam 5, gitu terus, sering telat kita kena SP. Nah kerja remote banyak yg beranggapan flexibel, padahal efek dari flexibel ini banyak orang yang gak siap.. ntah kebablasan jam kerjanya lebih dari 8 jam / hari, ntah malas2an akhirnya target molor, ntah jadi telat makan, istirahat gak teratur, dll. Banyak orang yg gak siap ini, dan akhirnya malah merasa rugi, beruntunglah orang-orang yang bisa bikin jam kerja konsisten walau remote.
  2. Kerja remote beda dengan kerja kantoran di urusan koneksi internet dan ruang kerja. Banyak teman-teman developer dan ui designer di sekitar saya yang gak siap kerja remote pas WFH, di antaranya gak bisa fokus kerja karena digangguin anak, gak bisa fokus kerja karena di rumah kadang gak enak duduk-duduk depan komputer dikira nganggur sementara istri sibuk ngurusin rumah, gak enak internet di rumah byarpet akhirnya ngungsi ke cafe. Bahkan ada teman saya yang akhirnya ngekos deket rumah, jadi dia sewa kost dan ditempati pagi sampe sore khusus kerja remote, sore pulang ke rumah padahal jarak rumah ke kost cuma bbrp ratus meter. Dan ada anggota tim saya yang saya gk pernah ajak proyekan luar negeri tetapi saya ajakin kerja proyek lokalan saja karena dia tinggal di desa yang sering mati listrik seminggu sampe 5x, tapi skillnya bagus. Saya pribadi malah langganan internet sampe 3 provider (indihome, first media dan smartfren) biar gak ada alasan “maaf, pak, progress telat internet mati”.
  3. “Kok susah ya tembus Upwork.. boro2 Upwork, Fiverr aja gak tembus”. Daripada pusing mandek di situ, coba dulu perluas komunitas lokal dan luar, main-main di Stackoverlow, rajin jawab kasus, main-main di forum programming lokal, rajin jawab kasus, lama kelamaan personal branding kebentuk. Bukan kita yang nyari kerja, tapi kerjaan yang nyari kita. Bahkan tawaran mengisi seminar atau workshop bisa didapati. Nah, kebanyakan jaman sekarang maunya instant. Japri minta kerjaan proyek LN, ditanya punya pengalaman tidak, dijawab gak pernah. Percayalah banyak tips yg beredar “kiat sukses tembus upwork” hanyalah angan2 belaka kalo gak punya portofolio, minimal portofolio lokalan, minimal sudah dikenal di komunitas di dunia kerjaan kita dulu. Dan yang portofolio banyak pun kadang butuh bertahun-tahun pecah telor. Apalagi yang gak ada pengalaman sama sekali. Sabar aja, pelan-pelan, nikmati proses mumpung sempat, gak semua jalan itu sama nasibnya. Kalo mau berjuang maka jangan menyerah dan terus berproses, bukan nunggu datang kerjaan datang sendiri.
  4. Perbaiki attitude. Saya beberapa kali ngasih kesempatan buat yang muda2 yang punya potensi dan skill bagus, tapi ternyata attitude kurang. Komunikasi saja payah. “Emang jaman sekarang gen Z gitu, mas, bahasa singkat, gk ada sapaan”. Ok, silakan terapkan di LN. Coba ketemu klien dari Eropa, “lu gak sopan, lu gk bertahan”. Ada designer tim saya pernah kena depak dari tim gara-gara dia japri si klien bilang kalo saya ambil bagian/dipotong punya dia, padahal saya bayar full. Saya jg terang2an soal gaji. Gara2 itu, klien langsung bilang ke saya “Widy, i block this guy and i want you cut this person from your team, he go behind your back after you give him job, he has short term of mind, not professional”. Ada jg yg gak sopan gak sapa nama atau sapaan “sir”. Jangan dikira kayak di pilem2 barat. Dan jangan juga ngemis2 minta kerjaan tambahan, ini jelas annoying. Dengan sesama anggota tim juga mesti saling respect, ada beberapa case anggota tim saya gk tahan dgn satu orang karena kurang sopan, meremehkan skill orang lain bahkan berani “ngegoblok2in”, padahal yg diajak bicara itu senior yg pengalamannya jauh di atas dia, akhirnya saya cut daripada timnya rusak. Jadi sebelum terjun ke dunia proyek jarak jauh yg tatap muka jg jarak jauh, belajar dulu attitude yg bagus secara tertulis dan verbal. Klien luar juga kalo marah ada yang super kasar, kalo kitanya gak sabaran, ya wis bye-bye, maka mesti bisa mendinginkan situasi dan belajar berbahasa yang elegan.
  5. Kerja proyek sama resikonya kayak kerja di startup, potensi kena layoff besar. Beda dgn PNS. Kerja proyek bersaing terus, kadang klien kalo ketemu ada yg lebih baik dari negara lain, ya kita di-cut. Ada jg yg tinggal kabur gitu aja. Ada yg bayaran seret. Sama aja kayak klien Indonesia. Mesti siap yang kayak gitu. Kalo saya dulu modelnya masih pakai termin (sampe sekarang masih, khusus klien Indonesia aja), kalo sekarang dengan klien luar mesti di proposal saya mengajukan monthly-based, dengan scope of work dan milestone tiap bulannya jelas, agar klien tidak seperti beli kucing dalam karung. Maka dari itu mesti pinter nulis proposal, jangan ujug2 nembak harga tinggi cuma modal googling di internet, padahal kita belum analisis masalahnya apa dulu yang diceritakan klien. Dan perlunya mengelola keuangan sendiri dengan baik, karena kerja remote gak mudah, bayaran kadang gk ontime, kasian keluarga kalo gk termanage dgn baik keuangan.
  6. Kerja remote gak cocok buat yang mentalnya masih disuruh-suruh atau gak punya inisiatif. Ada beberapa kasus di tim saya, yang anggotanya mandek, dia nunggu dikasih kerjaan, kalo gk dikasih diem aja, abis diassign kerjaan, langsung gk ada kabar, tau-tau done. Pas diuji ternyata salah. Apa yang salah di sini? Komunikasi dan inisiatifnya kurang. Kalo gk ada kerjaan segera komunikasi dan minta ke lead. Gak usah ragu. Yang penting progress harian produktif, jangan ala kadarnya padahal banyakan gabut, yang model gini biasanya gak bertahan lama di tim, kerja jarak jauh perlu komunikasi. Apalagi, misal kerjaan gk bs mencapai target due date, diem aja, gak dikasih tau kalo gak ditanya, gak ngabari masalahnya apa, atau minimal kasih tau kalau misal target due date gk masuk akal, kasih alasan yg logis dg attitude yg baik. Profesional dijaga dalam urusan komunikasi.

Nah sudahkah kita teruji dengan hal-hal tersebut?

Jika belum, bersabar, coba dulu terapkan di sekitar, minimal lokalan dulu, jangan minta cepet dapet kerjaan luar negeri.

Saya pribadi mulai kerja remote sejak 2011 itupun klien Jakarta, kerja dari Jogja. Pengalaman yang mengasah kita.

Disclaimer: ini saya cerita subjektif, beda orang beda pengalaman, beda orang beda jalan. 🙏🏻😁

Luwes

Tantangan menjadi freelance developer itu bukan soal sudah jago programming apa belum. Karena walaupun kita sepinter dan sejago apapun. Kalo mindsetnya masih seperti orang yang kerja kantoran, menerima task dari atasan, dikerjain, selesai, repeat gitu terus, maka jenjang karir akan lambat berkembang. Iya kalau di perusahaan kita ada jenjang karir yang jelas tiap berapa tahun naik jabatan, tapi kalo tidak ada, maka akan sulit. Di dunia freelancer juga demikian.

Ada banyak tantangan di dunia proyek freelance developer, yaitu:

  1. Case yang dihadapi selalu beragam. Hari ini handle proyek membangun aplikasi analisis gangguan pendengaran – audiometri, besoknya casenya app. form survey kendaraan bermotor, lusa case marketplace. Jadi tiap hari, tiap bulan, tiap tahun case yang dihadapi selalu beragam, bidang kesehatan, transportasi, makanan, sosial, dll. Mau gak mau belajar juga dasar teorinya biar tau goal yang diharapkan klien seperti apa. Toh, sangat penting menjaga persepsi agar pada “halaman yang sama” dengan klien. Kalo kita hanya melakukan task yang diberikan, tanpa memahami casenya, ya siap-siap saja, hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Saya dengan tim juga demikian, terkadang, developer tim saya malah memberikan masukan positif karena dia memahami casenya, alhasil, output dari fiturnya menjadi semakin baik. Dan developer yang seperti ini yang biasanya disayang semua orang, baik klien, oleh project manager, designer, dan teman-teman sesama developer, karena dia “luwes”, memahami casenya tanpa disuruh, mampu memberikan masukan yang kira-kira bisa jadi pertimbangan si klien, dan memahami outputnya agar hasilnya optimal.
  2. Ketika seseorang membuat aplikasi, pahamilah, selalu ada kompetitor. Case yang diberikan klien menarik bagi kita, tapi bisa saja kompetitor telah membuatnya semakin menarik. Apa yang bisa kita unggulkan yang bisa kita berikan ke klien? ya memang itu tugasnya klien, tapi dari sisi tech seharusnya kita bisa memastikan fitur yang dibuat lebih mudah digunakan daripada kompetitor, walaupun fiturnya sama persis.
    Ada contoh begini: “mas Widy, ini saya coba bikin, tetep gak bisa, susah, mas, teknologinya belum ada”. | “masa’ sih, mas? Coba buka app. abcdef ini, itu fiturnya sama loh, bisa kyk gini, coba research dulu aja, kira-kira ini pake tech apa” Karena saya juga pernah bilang “gak bisa” ke klien, sayapun kena sembur klien, “hey Widy, did you know we will build something amazing? this is our competitor app, please install and look carefully. If you can’t implement this, it will be disaster” Si klien juga enaknya memberikan keleluasaan buat kami untuk “research”..dan tentunya bayaran lancar terus. Beda dengan klien Indonesia, ini saya belum pernah ketemu orang yang membiarkan dev buat explore dulu, dan waktu explore tetep dihargai. Jadi intinya, coba pelajari kompetitor app, bedah dan ATM (amati tiru modifikasi) fiturnya, sehingga kita bisa membuat sesuatu yang lebih unggul dengan fitur yang sama. Dan diskusi dengan UI/UX designer juga diperlukan, jangan kerja sendiri, toh ada tim
  3. Metodologi pengembangan. “Mas, di kantor saya itu, kami biasa pake scrum, ngadain scrum meeting, lanjut bahas task, set story point, dll. Kalo bisa di sini juga gitu”. Saya pernah dapat masukan seperti itu, tapi ketahuilah, gak semua project freelancer itu kondisinya sama, typical kliennya sama, dll. Semuanya 100% berbeda, walaupun ada yang mirip. Saya pernah menganjurkan 1 workflow ke klien yang menurut saya ideal dengan jumlah personil sekian, tetapi oleh klien tidak disetujui, ntah apa alasannya. Ntah trust issue atau ada hal lain. Tetapi perlahan tapi pasti, saya bisa ajak diskusi buat klien, pelan-pelan membenahi semuanya. Jadi, tidak bisa instant. Dengan klien saya yang Dubai apalagi, klien super sibuk, kadang ada asistennya yang turun tangan, dan sayapun kesulitan menghubungi kliennya, tetapi perlahan tapi pasti, saya bisa alokasikan waktu saya sesuai jamnya si klien dan mendiskusikan semuanya. Percayalah, saya sudah set plan bulan Januari, Februari, dst selama 6 bulan ke depan seperti apa, itu ujungnya tidak ada yang pas sesuai timeline, meleset 100%, tetapi saya tidak patah semangat, saya coba update terus gantt chartnya, update terus perkembangan ke klien walau klien tidak ada response. Kenapa? karena saya punya pegangan kuat kalo tim ini tetap on-track, walaupun timeline bergeser karena design kurang matang, karena perubahan ini-itu, dll. Tidak semua seindah bayangan kita, Ferguso. Kita harus “luwes” menjaga kondisi project agar tetap terus konsisten memberikan output yang terbaik. Ketika kita berpikir, project bakal ideal dengan menggunakan Scrum, ya liat lagi, kondisinya bisa gak dipaksakan, kalo gak bisa ya coba metodologi lain, ada Kanban, dan kalo memang kondisinya kayak “Indonesia banget”, pake “Waterfall” lebih baik.
  4. 3. Ke-luwes-an ini perlu ditanamkan, agar klien juga senang dengan kita, mau edukasi klien ya bisa, ingat, ngubah kebiasaan itu sulit, jadi semua butuh proses.

NDA dan Portofolio

Beberapa kali interview, nanya portofolio, rata-rata pada takut share karena concern di NDA.

Wajar, sayapun bisa memaklumi. Tapi portofolio itu penting buat meyakinkan pewawancara ketika hendak membuktikan ucapan si kandidat.

Kadang terjebak dengan NDA, dengan NDA kita gak bisa ngapa-ngapain, share foto sedikit, dianggap menyebarkan rahasia perusahaan, padahal kalo kita membaca dengan teliti NDA itu, ada beberapa yang bisa kita “sebarkan” sebagai portofolio ataupun “personal branding”.

Case #1 Ada network engineer, foto di ruang server kantor pemerintah, lantas ada yang komen: “wah kok berani banget foto-foto di ruang server, nanti rahasia negara ketahuan”

Ok, apakah salah share foto ruang server?

  1. Ruang server bukanlah sesuatu yang rahasia, selama kita gak ngasih tau isi ruang server data apa aja, IPnya, lantai berapa, ataupun detail lainnya yang berakibat ancaman keamanan server tersebut, maka seharusnya tidak mengapa.
  2. Foto-foto kerja, ntah di ketemu praktisi lain, ngobrol dengan si A soal topik X, dll, itu bisa jadi “personal branding” buat kita kalo kita memang punya koneksi yang bagus, punya pengalaman yang cukup OK.
  3. Adapun yang komentar aneh-aneh, ya anggap aja iri. 😃

Case #2 Ada programmer, share screenshot website dan mobile apps yang dia buat, share ke dokumen portfolio ataupun di media sosial. Lantas ada yang komentar “Wiih, gak taku ketahuan dalemannya kyk gini, ntar ditiru kompetitor loh”

Ok, apakah share screenshot berbahaya terkait software (app mobile/website) yang dibuat?

Nah, ini harus benar-benar hati-hati, ada batasannya:

  1. Jika website/aplikasi tersebut belum rilis, potensi ketahuan kompetitor fitur-fiturnya cukup besar, kalau dishare sebelum mereka launch, khawatir nanti pas launch strategi bisnisnya dipatahkan kompetitor. Ada baiknya share yang bersifat general saja, misal page login dan homepage, sedangkan fitur-fitur unggulannya, lebih baik dihide/diblur.
  2. Jika website/aplikasi tersebut telah rilis, tidak mengapa share fullscreen portofolionya, atau sekalian URL download app dan websitenya. Paling tidak yang perlu diperhatikan adalah, tidak mencantumkan data asli dari website/aplikasi tersebut, share screenshot pakai data dummy saja, dan jangan dimunculkan semua fieldnya, yang bersifat general saja. Alasannya? data aslinya bisa jadi sudah dilindungi kebijakan privasi, kalau kita menyebarkan malah melanggar hukum.
  3. Adapun fitur-fitur unggulan lainnya, bisa diceritakan dalam bentuk narasi singkat saja. Ingat, ada potensi kebocoran data dari sesuatu yang dilindungi, dan itu lebih baik dihindari.

Maka dari itu, perlu identifikasi secara detail sebelum mencantumkan ke portfolio.

Pada akhirnya, sebelum menjadikan sebuah karya yang telah kita persembahkan buat klien itu menjadi portfolio, pelajari dahulu NDAnya. Baca berulang-ulang sampai kita paham batasannya. Bila perlu ngobrol dengan kliennya buat minta izin. Jika tidak diizinkan, ya cukup cantumkan pengalaman saja tanpa portofolio.

Portfolio ataupun share foto di sosmed itu bertujuan menunjukan keterampilan ke orang-orang bahwa kita pernah punya pengalaman dengan orang terkenal, atau project besar, dan sejenisnya. Eksitensi seperti ini penting. Karena banyak juga orang terpengaruh dengan sendirinya, mencari kita ketika orang tersebut membutuhkan sesuatu terkait masalah yang perlu diselesaikan dengan keterampilan kita.

Karir

Bisa dibilang karir saya ini tidak berjalan dengan rencana.

Habis lulus kuliah pengen bisa kerja di BUMN, karena ngeliat bokap bisa sukses menyekolakan anak-anaknya sampai kuliah. Dan waktu itu saya punya pacar pengen melamar si pacar. Ternyata tidak sesuai kenyataan. Saya diterima kerja sebagai fullstack php programmer di swasta Singapore, gaji saya cuma 3juta di Jakarta tahun 2009.

Gak lama dari itu ngejomlo dan ditinggal nikah haha. Sempet stress. Bangkit lagi, malah ditawarin kerja jadi developer .net, dan ini titik balik saya mengenal dan mencuri ilmu manajemen proyek.

Dari sini gaji saya perlahan naik jadi 5 juta 2010 dan jomlo akut bahkan sempat ditipu seorang cewek.

Dari sini, saya ngeliat ada iklan HP Android pertama kalinya 2010, dan tertarik beli Xperia X10 dengan OS Android 1.5 (donut). Dan teman kantor gak ada yang punya HP Android melainkan saya, karena masa-masa cemerlangnya Blackberry kala itu.
Dari sinilah titik baliknya, pengalaman nyari proyek sudah dapet, ada potensi pasar Android pula. Belajarlah saya bikin app kecil-kecilan, pake tutorial bahasa Indonesia pula yang waktu itu saya dapat dari tutorial blog pak Agus Haryanto. Bermodal itu, belajar bikin macem-macem. Sampe bulan ramadhan ada yang request bikin app waktu sholat, saya bikin manual, databasenya pun saya masukin manual pake imsakiyah dari selebaran 😅
Dan makin lama beberapa teman support, bikin yang dinamis.

Selang beberapa lama, ortu nelpon, kenapa gak lanjut S2 saja, ortu waktu itu bantu biaya kuliah, jadi gak dari beasiswa, dan sedikit pakai uang pribadi buat biaya hidup di Jogja.
Akhirnya saya resign dari kantor yang mengajarkan saya asp .net, java, oracle, project management, mengenalkan saya ke klien-klien bank, dll.

Dan benar adanya, sampai di Jogja, ex-klien kantor malah nyariin ditawarin project personal, waktu itu ditawarin pak Dadang Purwaganda dari divisi MM BNI46 Pusat.
Dari kerajinan proyekan ini, S2 saya ndag fokus, malah lebih menarik kehidupan proyekan saya daripada kuliah. Jarang masuk kelas juga. Saya merasa terjebak dan salah masuk kelas karena waktu itu di S2 malah fokus belajar AI, mata pelajaran yang gak related dengan dunia karir saya, padahal pas voting pilih “pervasive”, ternyata suara terbanyak “AI”. Ya sudah akhirnya menjalani kehidupan yang tidak sesuai selera dan rencana.

Sampai di sini karir saya jatuh bangun, join bikin startup, gak sukses, ikut event macem-macem, gak menang, terus dengan partner startup cekcok karena saya merasa diperalat bikin software tapi dengan bayaran cuma-cuma, mending saya proyekan.
Sampai pada akhirnya, ex teman saya dari kantor yang sama garap pake .net kontak saya, dikenalinlah dengan ustaz Lutfi (alm), almarhum ke Jogja waktu itu traktir saya makan gudeg, saya dikasih lihat visi-visi alm ust. Lutfi, saya tertarik sekali
Awalnya tawaran ini saya lempar ke temen, karena saya sibuk dengan kuliah dan proyek, ternyata temen kurang pengalaman. Akhirnya saya rombak dan garap semua dari awal, sampai dengan 5 aplikasi saya garap buat Pusat Kajian Hadis.
Berkahnya? nama saya makin dikenal karena Android, tawaran ngajar, tawaran ngisi seminar dll berdatangan, dari kampus luar Jogja sampai dalam kota Jogja sini, hampir semua kampus di Jogja pernah mengundang saya, kecuali beberapa kampus swasta.
Dan sampai ex-teman kuliah message FB, “Wid, ada temenku adek kelas kita, nyari tentor buat belajar Android. Bisa bantu gk?”
Tau kenapa? saya tau adik kelas ini, saya tau dia cantik, saya tau dia dekat dengan salah seorang dosen. Loh kok niatnya malah beda? maklum jomlo akut.

Akhirnya dia kontak, saya deg-degan, sayapun langsung ke toko buku, nyari beberapa buku pemrograman Android memang niatnya dikasih ke dia, agresif ya saya? hahaha
Dan pas kontak-kontakan, dia kontak secara sopan layaknya adik kelas kontak ke kakak kelas. Saya diceritakan masalahnya, langsung nyambung.

Dan akhirnya saya mampir ke kost-annya di Lodadi, dekat kampus. Saya ketemu di depan masjid untuk pertama kalinya bertegur sapa langsung, degdegan? asli. Ya akhirnya ya semua biasa saja.
Sampai di sini, saya coba kepo ke teman-teman nongkrong saya yang kebetulan kenal dekat dengan dia, teman bilang “wah, percuma wid, itu ada 2 cowok yang nyoba deketin dia, kamu kalah start”
Hopeless sudah, ya wis nyerah.
Sampai di sini saya nyoba ngikut alur saja, bahkan sampai tahap ini berlalu berbulan-bulan sempat deket dengan seorang wanita dari Binus. Tapi ya gak pernah ketemu langsung, ngobrol juga di status doang. Sudah.

Saat semua berjalan biasa saja, kuliah saya jalan biasa saja, karir proyekan saya juga ke sana ke mari, sampai sering ke Jakarta, Sukabumi, Bandung, dll, diundang seminar dll. Akhirnya ada masa saya ke Google Dev Fest, eh ketemu dia lagi, adek kelas bimbingan saya, ketemu di GDF Jakarta.
Gak tau kenapa, adek kelas ini deket, duduk di samping saya, saya ke-GR-an.
Setelah event, saya merasa “inilah jodoh saya”, saya berdoa kepada Allah, “semoga dia jodoh saya”. Saya pulang ke rumah kakak, dia pulang bersama rombongan teman kampusnya naik bis.

Sampai kembali ke Jogja, semua di sosial media Plurk, saya membaca kegalauan status dia, ada pak dosen, pak Irving juga waktu itu yang “ngomporin” sampai pada moment, saya dikomporin pak Irving buat jemput dia di stasiun buat dianter ke kostan dia.
Well, dia lagi patah hati, tapi saya mencoba layaknya teman berusaha ngobrol ngalor ngidul biar dia gak sedih.
Sampai pada titik, saya diminta bimbing skripsi dia, sore hari di kafe Nanamia Pizza, dia copy lagu koleksi album Laruku, dan nyambung ngomong macem-macem. Dan kami pisah. Malemnya saya SMS, “kamu mau gk aku lamar?”
😅😅
Akhirnya dia menolak “maaf, mas, aku lagi taaruf dgn seorang dosen”
Patah hati deh 😭😭
Nah, sampai di sini saya ngalor ngidul aja sama temen, main game xbox360 semalem suntuk dll hahahha
Dan gak lama dari itu saya dihubungi temen, Ronny, “aku di BTC ngajar dia pemrograman Android, wid”
lah.. kok, jadi dia gak mau diajarin aku lagi? 😞

Dan gak sampe di situ, akhirnya ngobrol dengan temen, sampe pada ujungnya, saya bertukar posisi, jadi pengajar dia dan temannya di BTC.

Inilah awal momennya. Sampai akhirnya sayapun kaget, saya bertemu si dosen di BTC hujan-hujan, dan ada dia juga, saya ndag paham apakah disebut perusak hubungan? karena gosip yang beredar seperti itu. Padahal aslinya tidak demikian.

Besoknya, bapaknya dia telpon saya, ternyata dia cerita soal saya ke bapaknya, termasuk SMS yang ku kirim beberapa waktu lalu. Intinya bapaknya dia pengen ketemu saya.

Saya telpon ortu, saya bilang ke ortu, “pak, Agung pengen melamar anak orang”,
ortu kaget bukan kepalang, gak ada angin, gak ada hujan, ortu saya taunya saya jomlo, tau-tau pengen ngelamar anak orang.
Saya masih S2, dia juga lagi skripsi.
Sampai di kotanya dia, sayapun diajak ngobrol, alhamdulillah diterima, malah saya ingat ditraktir sate gule yang maknyus.

Dan selang 2 bulan kemudian, ortu sayapun saya ajak ke Jogja, kenal langsung deh dia ke ortu saya, alhamdulillah diterima dengan baik, di kotanya dia, ortu saya dan ortu dia sepakt buat selesaikan kuliah dulu.
Sayapun semangat. Diapun semangat menyelesaikan kuliahnya, alhamdulillah, dia cumlaude.

Dan alhamdulillah, dia sekarang sudah 8 tahun menjadi istri saya. Dan alhamdulillah sudah 4 anak.

Perjalanan karirpun dari karyawan PKH, kemudian lanjut karyawan Digital Money (Dimo), sempat 2 tahun di Sinarmas dengan gaji tetap, kemudian sekarang di klien luar dengan gaji tidak tetap tapi pendapatan naik 3x lipat dari gaji tetap.
Dan sekarang saya sedang membangun tim yang solid dengan 14 orang berbeda yang tersebar di Jawa dan Sumatera untuk 3 project berbeda.
Jadi, benar-benar karirnya gak terencana.
😅😅

Mengenal berbagai Pola Pembayaran Klien pada saat menjadi Freelancer

Menjadi freelancer itu harus paham bahwa jarang ada bayaran ontime layaknya gajian bulanan kantoran.


Ini saya coba ceritakan satu per satu pola dan jenis kliennya biar pada siap kalau jadi freelancer.

  1. Tipe plat merah atau BUMN
    • Penunjukan langsung
      Ini kadang ada DP, kadang diminta selesai 100% dulu baru dibayar. Tapi karena penunjukan langsung, biasanya ada “orang dalam” yang bantu memudahkan jalan sehingga ada DP ataupun ada termin pembayaran, aslinya? secara regulasi ya nunggu 100% dulu baru bayar. Makanya ini yang saya sebut kurang sehat secara bisnis.
    • Tender
      Ini ada yang minta diselesaikan dulu 100% baru dibayar 100%, adapula karena nilainya di atas 500 jt, pihak klien minta uang jaminan. Ini pernah tau di tahun 2010, saya gak tau aturan ini masih ada apa tidak.
      Nah, bagaimana nasib programmernya dong? kalo dibayar tunggu selesai dulu, padahal yang kerja kan kadang estafet dari system analyst, db designer, ui/ux designer, developer, terus qa tester? Ya, project ownernya yang turun tangan ngasih bayaran buat developer pake duit pribadi atau kas perusahaan dianya.
      Kalo yang agak kejam ya membiarkan semua personil belum dibayar sampe klien mencairkan.
    • Outsourcing yang stay di kantor
      Kerja di kantor klien setiap hari kerja. Dibayar layaknya karyawan tetap, yaitu dibayar setiap bulan, tapi minus tunjangan.
  2. Tipe klien lokal bank atau swasta
    • Dengan termin / DP
      Karena swasta itu lebih fleksibel, bisa dinegosiasikan mau pake DP berapa persen, mau pake termin berapa kali, dsb.
      Nah untuk pembayaran, kudu dijelaskan di kontrak, tiap termin dibayar tanggal berapa, biasanya klien minta tenggang waktu pembayaran, ada yang sampai 7 hari, ada pula yang sampai 30 hari (biasanya bank swasta sampai 30 hari sejak pengajuan invoice, baru cair). Jadi, developer ketika tau kondisi seperti ini, asal invoice sudah kita tagihkan, harusnya tidak perlu nagih berulang-ulang. Saya pernah loh dimarahin klien bank, karena nagih setiap minggunya haha.
    • Bulanan
      Nah untuk swasta/bank bulanan, ya sama seperti kerja karyawan biasa, dibayar setiap bulan layaknya gajian, tapi tidak ada tunjangan. Tapi beberapa kasus, ada pula yang ngasih bonus misal karena performa atau aplikasi yang dibuat membuat klien untung besar.
  3. Tipe klien luar 
    • Dengan termin
      Selama setahun terakhir, beberapa klien luar juga ada yang menerapkan termin, tapi jarang, kalopun ada mesti di luar kota besar. Pakai metode termin di sini kalo kliennya sudah yakin scope of worknya fix, maka costnya juga wajib fix. Tidak ada penambahan ataupun surprice cost.
    • Bulanan
      Selama setahun terakhir, ada beberapa klien yang mau bayar bulanan, jadi scope pekerjaan tidak fix, akan ada perubahan (sedikit/banyak), dan kitanya gak boleh baper kalo ternyata yang sudah digarap tidak jadi dipakai. Lah wong tetep dibayar hehe.
      Dan kayak pengalaman kami dengan klien Swedia, itu bulanan, dibayar di muka, tiap bulan gajian dulu, baru kerja 30 hari ke depannya. Tapi kami tetap pro, walau kadang pembayaran telat cair, kami tetap bekerja setiap harinya selama hari kerja (dan beberapa kali weekend juga tetep kerja), dan gak masalah, wong gak ada masalah juga hehe.


    • Kondisi apa yang bisa bikin klien luar terlambat bayar?
      Aslinya kliennya bukan terlambat bayar, sudah dibayar tapi cair ke rekening Indonesianya yang lama.
      Nah, klien luar itu tidak seperti klien lokal, bayarannya tidak seperti transfer dari Mandiri ke BCA, tapi karena internasional, biasanya ada beberapa kondisi lagi:
      • Tidak bisa menggunakan pembayaran internasional pihak ke-3 kayak Wise/Stripe/Payoneer
        Maka untuk masalah ini, pembayaran bisa terlambat cair sejak dibayarkan klien, proses transfer bisa memakan waktu 3-10 hari kerja, aslinya sih makan waktu 3 hari, tapi karena hari kerja, misal ditransfer kamis, maka hitungan harinya jadi: jum’at, senin, selasa, yang berarti estimasi hari selasa, bukan minggu. Dan kalo ternyata regulasinya unik, contoh seperti pengalaman kami dengan klien Israel: klien transfer butuh waktu 3 hari, nah buat cairkan makan waktu 3 hari lagi, jadi total 6 hari kerja. Kalo kena weekend ya siap-siap jadi 10 hari.
      • Pakai Wise/Stripe/Payoneer
        Wise super cepat dan fee transfernya cukup murah dibandingkan yang lain, proses transfer 1/2 sampai 2 jam saja sudah sampai ke rekening kita. Tapi sayangnya tidak semua negara dan bank hanya bank tertentu saja yang support Wise. Payoneer lumayan besar coverage-nya, tapi fee transfer bisa sampai 80 usd, dan itupun buat cairkannya sama, bisa makan waktu 6 hari.



Semoga bermanfaat!



Tune-up your M1 Macbook

After 2 days i work using Mackbook Air M1, i saw the “Activity Log” on “Activity Monitor App” have a serious high process running on Background.
So, i did some researches and try it by myself and monitoring after it, to know is this tweaks is harming my Macbook or not. So i write this post to tell what i found.

  1. CalNCService on Memory TabIf you see on the Memory Tab, you will see “CalNCService” using the memory higher than other process, between 800 MB till 1 GB.
    So what need to do to make the “Memory Pressure” always green?

    OK, the steps need to follows are below:

    1. Open System Preferences, Internet accounts and untick Calendar for each account.
    2. Open Activity Monitor, search calendar and quit calendar processes.
    3. In Spotlight Search (⌘Space) open /Library/Caches and drag contents to trash.
    4. In Spotlight Search (⌘Space) open ~/Library/Caches and drag contents to trash.
    5. Again, in Spotlight Search open ~/Library/Caches and drag contents to trash.
    6. In Spotlight Search (⌘Space) open ~/Library/Containers  and select
      com.apple.CalendarAgent,
      com.apple.CalendarAgent.CalNCService,
      com.apple.CalendarFileHandler,
      com.apple.CalendarNotification.CalNCService
      Drag the selection to trash.
    7. In Spotlight Search (⌘Space) open ~/Library/Calendars and drag contents of the folder to trash.
    8. Restart your computer.
    9. Empty trash.
    10. Open System Preferences, Internet accounts and tick Calendar for each account.
    11. Open Calendar and wait for Calendars to sync.

    Notes: this issue is happened on macOS Sierra and above, not only M1, but in M1 make this issue worst. So you’ll need to do this step.
    I am ensuring this step is no harming your Macbook.

    so green..so healthy
  2. kernel_task on Disk Tab
    There are so many articles on the internet that told you, the SSD on M1 chip is bad. They said it will make SSD lifespan on M1 short. I found it on “Activity Monitor”, the kernel_task has 1,4 GBytes written.
    The suggestion came out and want you to turn off swap memory. Trust me, don’t do that, it will make your M1 Macbook worst. So what need to do? Don’t worry about that. I’ve read so many articles, and found this: How worried should you be about your M1 Mac’s SSD lifespan? (macworld.com):

    “What is also clear from other studies is that the more memory you have the less you have to swap it to the SSD. The M1’s memory management is no doubt more efficient than that of Intel Mac’s, but it can’t work miracles. When it’s time to swap, it’s time to swap, and that may be due to heavy-duty creative work or simply having a lot of memory-hungry programs open at once.”

    So, don’t worry about that. Let it flow……

Thank you.

Take and Give

Ada beberapa chat yang masuk gara-gara saya deklarasi menolak proyek pemerintah kemarin.
Salah satunya, “kok berani, mas? “
Untuk urusan proyek, saya memang cara mencarinya adalah dengan membangun relasi. Contohnya gini: Anggaplah beberapa rekanan saya itu bisa melihat potensi pasar, dan saya yang menyediakan SDMnya.

Nah, beberapa rekanan saya seperti itu, mereka punya peluang tp kekurangan SDM, saya siap bantu. Di sinilah kenapa tawaran datang silih berganti dari berbagai pihak. Resourcenya? ya saya simpen. Itulah kenapa kalo ada chat yang masuk: “mas widy, ada developer X gak 2 buah?” ini beneran gak sopan, well, saya bukan talent hunter, silakan cari sendiri. Kenal juga kagak, dateng-dateng nanya. Di kantor saya dulu, saya merekomendasikan orang buat masuk kantor, saya dibayar 5jt, ini saya gratisan doang ya jelas tidak mau. Business is business.

Relasi yang saya bangun juga bukan tiba-tiba deketin orang, terus nawarin kerjaan, tp mengalir, ntah karena pernah kerjasama bareng, proyekan bareng yang tidak sengaja, terus kenal, dan akhirnya timbul chemistry untuk partnership.Dan itu masih saya lakukan sampai sekarang.Nah, di beberapa kasus, saya kekurangan tenaga tambahan, maka dari itu saya biasa bikin postingan dibutuhkan developer x, y, z, di grup programming ataupun di wall saya. Dan filteringnya, dibantu internal tim. Jadi, semua dilibatkan, agar tim internal juga bisa mendapatkan tandem baru yang benar-benar “sehati”.

Dan ada juga beberapa designer yang mengajak kerjasama, di 2 kota berbeda. Mereka tim designer. Bisa desain tp tidak bisa mewujudkan desain tsb menjadi sebuah sistem, padahal klien butuh itu, dan maka dari itulah, akhirnya saya masuk ke studio-studio design tersebut membantu kebutuhannya.

Di beberapa situasi, karena ini kerjasama mutualisme. Biasanya saya sudah memasang harga:
harga proyek=harga tim+harga pribadi saya+harga komisi karena partner sudah merekomendasikan saya.

“loh jadi mahal dong?” | “gak juga, kita semua gak idealisis materialistis, sikon klien, potensi pasar, dll mempengaruhi”Dan terkadang saya bilang gini “aku sudah pasang harga segini, silakan aja mas/mbaknya tambahin yah buat diajuin ke klien” (nah di sini biasanya saya sadar partnernya memainkan harga untuk dirinya), untung dong keduanya.

Nah, sayangnya model yang saya ceritakan di atas tidak berlaku buat plat merah. Harga tim jelas di-press buat vendor, karena vendor mesti punya backup dana, mesti punya jaringan orang dalem (uang pelicin), mesti punya pasang badan+nama buat ngadepin klien, jadi ketika kita coba idealis pasang harga tinggi, otomatis ditekan dengan sendirinya. Kalo gak gitu, opsinya, tim saya maju semuanya sendiri, dan ini biasanya akan kalah dengan urusan birokrasi, karena memang butuh orang yang berpengalaman dan tahan banting.

Di beberapa situasi, opsi kasih harga rendah buat dapet portofolio adalah jalan ninja beberapa pihak plus agar lolos penunjukan langsung tanpa tender. Dan gimana caranya bisa ngambil 2 atau 3 proyek pemerintah dalam 1 waktu? pake ijazah palsu? pake data SDM palsu? pake vendor palsu? GAK. Jawabannya adalah “Kage bushin no jutsu”. Anggaplah vendor A, punya SDM inti yg sdh diajukan, terus proyek gak selesai, karena SDM bermasalah, kemudian di waktu bersamaan, ada vendor B dengan kasus serupa, nah saya masuk di keduanya. Jadilah saya bisa garap 2 proyek plat merah di waktu bersamaan. Yang sebetulnya, secara UU 1 vendor itu tidak boleh menggarap 2 proyek pemerintah bersamaan, tapi ini vendornya tetep berbeda, cuma SDMnya saja yang komposisinya mirip. Saya sadari saya berada di zona abu-abu.
“Loh, mas Widy jadi broker SDM dong?” nope, walau gak ikut ngoding, saya yang mengelola tim ini, sebagai project manager.

Dibekali sedikit pengetahuan teknis, saya bisa berkomunikasi dengan klien ataupun dengan developer. Jadi, saya menjamin SDM ini tetap ontrack dan jikalau ada yang berhalangan, saya mesti cara cara ntah meyakinkan klien atau menambah tenaga tambahan atau hal lain, yang intinya project tetap on-track. Komunikasi, mengatur tiket, bikin summary, itu yang dikerjakan.

Manajemen stress


Ada beberapa pekerja mengeluh stress menghadapi pekerjaan, apalagi baru 4-5 bulan kerja dari rumah (WFH). Katanya di rumah tidak bisa fokus karena ada gangguan. Dan dulu ia mengira kerja dari rumah itu enak.

Sebenarnya, memang enak kok, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengatur tingkat stress.


Pertama, ibadah. Mari rilekskan pikiran, sebenarnya apa sih tujuan kita hadir di dunia? ya buat beribadah sebanyak mungkin, ikhlas menjalankannya. Kalau kata Aa’ Gym: “godaan dunia yang ia peroleh tak membuat dirinya bahagia. Malahan ia merasa lelah yang luar biasa di dalam hatinya.” Dan ini benar, kita semakin sibuk dengan urusan dunia, lupa niat beribadah, lupa menjalankan ibadah, seharian dari pagi sampai malam hanya dipakai untuk bekerja. Kemudian akan ada satu titik di mana sudah jenuh mulai berpikir “kok ya lelah, jenuh, sekarang aku punya apa?” Sampai ke pada “memang dunia itu cuma harus di tangan saja, jangan di hati jadi, karena bisa membuat hati nggak pernah tenang”. Perbanyak ibadah, disiplin beribadah, dan jadikan setiap aktifitas di dunia ini bernilai ibadah. Niat bekerja untuk beribadah, membantu teman di tim juga diniatkan ibadah, bersaing sehat dengan teman-teman kantor juga diniatkan ibadah, yakin setiap proses yang kita lalui ini adalah jalan yang sudah ditakdirkan Allah. Dan optimis kita bisa melaluinya. Selalu ada jalan.

Kedua, tempo. Akar masalah sulitnya mengatur tempo pekerjaan yaitu ketika perusahaan memiliki ekspektasi yang terlalu ketat terhadap deliver pekerjaan, mungkin ada cara agar kita yang dapat kita lakukan untuk menemukan masalahnya. Bekerja di rumah tentu tempo-nya berbeda dengan bekerja di kantor. Apalagi freelancer yang menyambi bekerja di kantor. Coba diperhatikan kapan ada waktu nganggur di rumah, dimanfaatkan untuk apa? apakah untuk browsing, buka WA, dll..tanpa tujuan? apakah kita masih senang korupsi waktu? ketika waktu bekerja malah dimanfaatkan bermain, browsing-browsing facebook, dll? Nah, masalahnya sudah dapat ditemukan, mulailah bersikap tegas terhadap diri sendiri untuk disiplin dan komitmen terhadap pekerjaan (etos kerja). Bukan ekspektasinya yang terlalu ketat, tetapi memang kitanya yang kurang disiplin di dalam bekerja. Jikalau memang ternyata kita sudah disiplin “boro-boro buka facebook, ini buka FB diblokir kok, memang terlalu ketat”. Untuk hal ini, cobalah berani mengemukakan pendapat di hadapan atasan, “Pak, maaf, ini deadlinenya terlalu mepet, alasannya untuk membuat bagian X saya harus siapkan depedencies library-nya dulu biar bisa saya pakai untuk membuat bagian X. Hari ini confignya, besok saya lanjutkan codingnya. Estimasi selesai besok sore, pak”. Aturlah waktumu sendiri dan komitmenlah dengan itu. Jika kita sudah menentukan waktunya 2 hari, ya komitmen dengan waktu yang sudah kita tentukan itu, jangan sampai meleset, karena tentu mengecewakan orang lain dan terkesan kurang pro.

Ketiga, workout. Workout atau berolahraga adalah salah satu cara merilekskan pikiran dan badan. Di masa pandemi virus covid-19 ini, penting menjaga daya tahan tubuh dan menghindari stress agar sistem imun tidak turun. Sehari ada waktu paling tidak 15 jam beraktivitas. Ya sempatkanlah minimal 1/2 jam untuk berolah raga. Pilih olah raga apapun yang disukai, ntah itu jogging, lari, bersepeda, gym/fitness, senam, zumba, badminton, renang, dan angkat beban. Dan tetap mematuhi protocol kesehatan ya. Dan rutinkanlah setiap hari.

Keempat, kualitas tidur. Sadar gak sih kalau tubuh punya hak untuk beristirahat? Jangan sampai kita mengabaikan waktu tidur kita, sampai dibela-belain begadang sampai pagi. Saya punya beberapa teman yang menyesal di waktu mudanya terlalu sering begadang, sakitnya macem-macem, ada yang asam lambung, sakit jantung, kanker, dll. Apalagi begadangnya tidak ada asupan makanan, perut dibiarkan kosong lebih dari 3 jam, sibuk bekerja, sampai akhirnya hak tubuh terabaikan. Kendalikan waktumu untuk beribadah, berolah raga dan untuk tidur. Apa yang mau dikejar bila sudah jatuh sakit? siapa yang peduli? nyatanya kita sendiri yang akan menyesal kemudian. Sebelum itu terjadi, set jadwalmu kapan waktunya bekerja di rumah, sampai jam berapa, sisanya untuk keluarga, untuk olah raga, untuk beribadah, dan untuk tidur. Tidur dengan rileks tanpa harus memikirkan pekerjaan, tenang… pekerjaan tidak akan ada habisnya, rezeki tidak akan tertukar kok, dicicil saja kemudian hari, yang penting per hari ada progress-nya. Misalkan di waktu siang sulit bekerja di rumah karena ada anak-anak, ya diatur lagi waktunya, misalkan bisa bekerjanya malam, ya sudah setelah waktu isya’ atau sekitar jam 7-8 malam dipakai buat tidur, kemudian bangun kembali jam 1-3 dini hari untuk beribadah sejenak dan bekerja, dilanjutkan sampai subuh dan pagi sarapan dan beberes rumah. Barulah sekitar jam 10 istirahat sejenak, bangun di waktu dzuhur. Setelah itu aktivitas seperti biasa. Namun bagaimana jika pekerja kantoran? Ya kerjakan saja di kantor di jam kantor, jangan pas di kantor malah dimanfaatkan untuk bermain game, facebook-an, dan chat tidak jelas. Jangan korupsi waktu, sehingga pekerjaan dapat selesai dan tidak perlu dibawa ke rumah, di rumah ya dimanfaatkan waktunya untuk berkumpul dan bermain bersama anak-anak sampai malam jam 9-10 dan dipakai buat istirahat yang berkualitas agar bisa bangun subuh. Di waktu subuh, barulah setelah beribadah dimanfaatkan untuk meng-update wawasan, buka dan baca buku kesukaan, baca berita seputar pekerjaan, seputar perkembangan penanganan covid-19, dll. Dengan begitu, waktu tidur tidak akan terganggu sama sekali. Kuncinya satu, disiplin.
Jika ada masalah di kantor atau di pekerjaan yang bisa membuat susah tidur? belajarlah untuk legowo sejenak, belajarlah untuk merelakan sementara “unsolvable” problem dan move on ke pekerjaan yang lain, ketika sudah cukup rileks dan pekerjaan lain selesai, barulah mencoba memahami masalahnya kembali di jam kerja, sehingga waktu tidur tidak terganggu.
Oh ya beberapa orang, buat menjaga kualitas tidurnya baik, biasanya dipakai dengan ngopi atau ngeteh. “Coffee’s an addition to good sleep, not a replacement”.

Kelima, outlook. Beberapa orang stress karena terlalu tinggi menetapkan standar hidup mereka. Cukup ubah mindset dan pandangan hidup kita. Jangan menempatkan standar dan harapan yang terlalu ketat. Beberapa orang mencoba mencapai dan mengejar standar hidup yang terlalu tinggi, sampai-sampai lelah mengejar dunia, terlalu khawatir dengan kehidupan dunia, karena ya itu tadi, terlalu ketat menetapkan standar dan harapan. Ingat, setiap orang sudah ditetapkan jalannya dui dunia, dan berbeda dengan jalan hidup orang lain. Ada orang bisa sukses punya banyak mobil dengan jalan A, ya kalau meniru jalan A, sesuaikan saja dengan kemampuan, jangan lifestyle-nya yang diikuti, akhirnya sampai rela beli mobil secara kredit, berhutang di bank, dll.. ketika tagihan membengkak, akhirnya stress. Kata beberapa orang, “yang mahal itu gengsi dan gaya hidup”. Gaya hidup sederhana, biasanya stressnya berkurang, sederhana bukan berarti pasrah pada kehidupan yang serba pas-pasan atau bahkan pasrah dengan kemiskinan, bukan, sederhana itu maksudnya ya kita tetap bekerja semaksimal mungkin, namun hasilnya tidak dihabiskan untuk gaya hidup. Punya banyak uang, kemudian mengejar gaya hidup, uang akan habis sia-sia. Toh gaya hidup akan terus meningkat, teknologi semakin meningkat, tidak akan ada habisnya. Namun jika punya banyak uang, dimanfaatkan untuk simpanan pendidikan anak agar anak-anak dapat meraih pendidikan setinggi-tingginya, tabungan kesehatan agar siap apabila ada anggota keluarga yang sakit, investasi emas, bersedekah, dan melakukan amal jariyah (mewakafkan tanah, sedekah untuk pembangunan masjid, membangun jalan di komplek, bangun produk untuk sosial, membersihkan jalan di sekitar rumah, memperindah taman, dll, ada ketentraman di dalam hati, dan insya’ Allah, akan terus mengalir pahalanya).

Tulisan ini sebagai pengingat buat kita semua, khususnya diri saya pribadi agar dapat memahami esensi hidup bahagia, stress sekadarnya saja. Ya, pasti manusia akan mengalami stress, yang terpenting mampu mengendalikannya. Ada ungkapan arab yang terkenal di kalangan pesantren yaitu “Man Jadda WaJada” yang artinya “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil”. Ketika hasil didapat, maka selanjutnya bersyukur. Hasilnya kurang maksimal, tetap bersyukur, yang penting kita sudah berusaha sebaik mungkin. 😊👍🏻